LAPORAN
PENDAHULUAN
ABLASIO RETINA
1.
Pengertian
Ablasio
berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya
salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996)
menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina.
Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan
cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut)
dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena
lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika)
terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus
optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang dhsebut ora serata.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya
Masalah
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah, bila ditinjau dari
beberapa sudut pandang, antara lain :
a.
Anatomi dan Fisiologi
Mata
adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang
memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera
penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1.
Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf
optik (nervus optikus)
2.
Alat penunjang (adnexa)
3.
Rongga orbita (cavum orbitae)
a)
Bola mata, terdiri dari 3 lapisan :
(1)
Sklera.
Merupakan
lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan
membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong
konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
(2)
Khoroid.
Suatu
membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran cahaya.
Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000
:201).
(3)
Retina.
Retina
mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina merupakan
lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel
epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior
retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan
retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel
pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya
kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya
kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1
mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea
sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening dan sebagian
cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan oftalmoskopis
direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu terbalik dan
nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral papil
optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor
adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya
bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh
retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan
pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan
sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula
akson sel-sel reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson
sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan
pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion
berjalan melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan
koriokapiler adalah lapisan tunggal yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan
rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada permukaan luar membran
Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk
lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel
pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina
sentral. Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok darah ke fovea
sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka
apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi
kerusakan fovea untuk selama-lamanya
(Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
b)
Alat Penunjang (Adnexa)
(1)
Kelopak mata (palpebra)
Merupakan
lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata. Merupakan
kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami pembengkakan
hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel Vaughan dan
Taylor Asbury, 1995 : 69).
(2)
Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus
lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis, duktus
lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John
Gibson, MD, 1995 : 250).
(3)
Otot-otot penggerak rongga mata
(Muskulus okuli)
Merupakan
otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya
melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas.
Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan
sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
c)
Rongga Orbita
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding
yang puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk
sudut 45 derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding
lateral tersebut. Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai
batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 265).
b.
Patofisiologi
Longgarnya
perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas
satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan
tersebut biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas
melewati lubang di retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena
terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel Vaughan dan Taylor
Asbury, 1995 : 205).
Penyebab
ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya
normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat
dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina.
Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran
retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti
yang disebutkan diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada
ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari
pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid.
Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi
retina terjadi kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan sel ke
daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di
depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel
batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan
bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan
batang.
Bila
pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan
sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka
akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka
keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian
jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila
proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian
penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).
c.
Penatalaksanaan (Terapi)
Pengobatan
pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi. Tujuan
operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau
robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi
pertautan kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah
ditegakkan maka pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.
Opersi ablasio retina tersebut antara lain :
1)
Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan
subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang
menempel pada retina.
2)
Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi
dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan
retina dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada
sclera dan diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat
mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat
dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.
3)
Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan
dengan mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi.
Epithelium menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode
ini digunakan untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
4)
Cyro Surgery
Suatu
pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan
minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5)
Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan
cairan retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.
3.
Dampak Masalah
Gangguan
penglihatan merupakan masalah utama yang muncul pada pasien dengan ablasio
retina. Adanya gangguan ini secara langsung dapat menimbulkan berbagai masalah
pada pola hidup pasien sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai
masalah yang muncul, antara lain :
a.
Bagi Individu
1)
Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien
ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan mengurangi aktifitas
yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
2)
Pola kognitif dan sensori
Adanya
gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan kesukaran untuk
membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri pasien.
3)
Pola penanggulangan stress
Emosi
dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada pasien akan
muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan penglihatannya.
4)
Pola persepsi diri
Kecemasan
dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul rasa khawatir dan
takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
5) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan
keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul perubahan tentang
penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat menimbulkan masalah dalam merawat
diri sendiri.
6) Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada diri
pasien.
7) Pola tidur dan istirahat
Dengan
kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami gangguan pola tidur dan
istirahat.
b.
Bagi keluarga
Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan mempengaruhi kondisi
psikologis seluruh anggota keluarga.
Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang sulit untuk bekerjasama,
kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam merawat pasien juga
merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.
B.
Asuhan Keperawatan
Suatu
sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat
tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Lismidar,1990).
Pengkajian
Merupakan
tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis
keperawatan (Lismidar, 1990).
a.
Pengumpulan data
1)
Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa,
jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan
perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan
tenaga secara berlebihan atau tidak.
2)
Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan
seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam
yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3)
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada
mata.
4)
Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.
5)
Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa
takut, kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6)
Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah
yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak
terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
(a)
Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana
persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana
hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
(b)
Pola tidur dan istirahat
Dikaji
berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum
pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola
tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
(c)
Pola aktifitas dan latihan
Apa
saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan
operasi.
(d)
Pola hubungan dan peran
Bagaimana
hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam
keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan
pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(e)
Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana
body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada
perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya
setelah palaksanaan operasi.
(f)
Pola sensori dan kognitif
Bagaimana
daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g)
Pola penanggulangan stress
Bagaimana
pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul
pada pasien.
7)
Pemeriksaan
a)
Status kesehatan umum
Bagaimana
keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b)
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi
berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
(2)
Adanya pembengkakan pada palpebrae atau
tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan
bengkak.
(3)
Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi
lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
(4)
Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada
klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat
dari pemberian atropin.
(5)
Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
(6)
Bagaimana keadaan konjungtivanya,
biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
(1)
Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2)
Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
(1)
Visus, untuk mengetahui tajam
penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan
yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat
sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata
membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina
didapatkan penurunan tajam penglihatan.
(2)
Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata
seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.
b.
Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan
dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama
adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data
obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut
dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana
masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien.
c.
Diagnosis keperawatan
Dari
hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan
sebagai berikut :
1)
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan
dengan luka post operasi ablasio retina.
2)
Potensial terjadi infeksi sehubungan
adanya luka operasi ablasio retina.
3)
Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan
diri sehubungan dengan bed rest total.
4)
Adanya kecemasan sehubungan dengan
ancaman kehilangan penglihatan.
5)
Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6)
Potensial terjadi kecelakaan sehubungan
dengan penurunan tajam penglihatan.
Perencanaan
Tahap
perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan asuhan
keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
Tujuan
Rasa
nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa kenyamanan
pasien.
Kriteria Hasil
(1)
Secara verbal pasien mengatakan rasa
nyaman terpenuhi.
(2)
Secara verbal pasien mengatakan rasa
nyeri hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan
(1)
Kolaborasi dengan individu untuk
menjelaskan metode apa yang digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri
(relaksasi,distraksi)
(2)
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri yang optimal.
(3)
Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
Rasional
(1)Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik
penurun nyeri yang diinginkan pasien.
(2)Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik
yang diperlukan pasien.
(3)Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi
infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi
pada luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
(1)
Pasien mampu melaporkan
adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak, panas.
(2)
Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan
(1)
Pantau adanya tanda-tanda
infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
(2)
Kaji status nutrisi pasien.
(3)
Instruksikan pada pasien
pada pasien dan keluarga pasien untuk
melakukan tindakan aseptik yang sesuai.
(4)
Gunakan tehnik aseptik selama mengganti
balutan.
(5)
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian antibiotik.
(6)
Rawat luka setiap hari.
(7)
Kaji lingkungan pasien yang
dapat menimbulkan infeksi.
Rasional
(1)
Infeksi yang lebih dini
diketahui akan lebih mudah penanganannya.
(2)
Pemberian asupan kalori dan
protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang proses penyembuhan pasien
.
(3)
Untuk mencegah kontaminasi.
(4)
Tehnik aseptik dapat
mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
(5)
Tim dokter dapat menentukan
jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
(6)
Rawat luka setiap hari dapat
mencegah masuknya kuman.
(7)
Kondisi lingkungan pasien
yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
Diagnosis Keperawatan Ketiga
Gangguan aktifitas
pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan
kondisinya.
Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien
mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan kondisinya.
Rencana Tindakan
(1)
Latih pasien untuk dapat
melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
(2)
Orientasikan lingkungan
sekitar kepada pasien.
Rasional
(1)
Dengan latihan yang baik,
pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya yang
sesuai dengan kondisinya.
(2)
Pengenalan pada lingkungan
akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
Diagnosis Keperawatan
Keempat
Adanya kecemasan
sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Tujuan
Cemas berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil
(1)
Pasien mampu menggunakan
koping yang efektif.
(2)
Pasien tidak tampak murung.
(3)
Pasien dapat tidur dengan
tenang.
Rencana Tindakan
(1)
Monitor tingkat kecemasan
pasien melalui observasi respon fisiologis.
(2)
Beri informasi yang jelas
sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
Rasional
(1)
Dengan monitor tingkat
kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi pasien.
(2)
Pemberian informasi dapat
mengurangi kecemasan pasien.
Diagnosis Keperawatan Kelima
Gangguan citra diri
sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien dapat mencapai
kembali citra diri yang optimal.
Kriteria Hasil
(1)
Pasien mampu mengekspresikan
tentang perubahan dan perkembangan kearah penerimaan.
(2)
Pasien mampu menunjukkan
rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
Rencana Tindakan
(1)
Sediakan waktu bagi pasien
untuk mengungkapkan perasaannya.
(2)
Tingkatkan hubungan dan
dorongan dari orang terdekat.
(3)
Bantu pasien dalam diskusi
dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
(4)
Dorong kemandirian yang
ditoleransi.
Rasional
2)
Hal ini dapat menumbuhkan
perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang menaruh perhatian pada pasien.
3)
Orang terdekat mampu
mengangkat kepercaayaan diri pasien.
4)
Dari diskusi yang dilakukan
diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat mencari jalan
keluar dari masalah yang dihadapi.
5)
Untuk menumbuhkan
kepercayaan diri pasien.
Diagnosis Keperawatan
Keenam
Potensial terjadi
kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Tujuan
Tidak terjadi
kecelakaan atau cedera pada pasien.
Kriteria Hasil
(1)
Tidak terjadi perlukaan pada
pasien.
(2)
Pasien dapat mengetahui
faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
Rencana Tindakan
(1)
Periksa adanya perlukaan.
(2)
Orientasikan pada pasien
lingkungan sekitarnya.
(3)
Hindari ketegangan pada
pasien.
Rasional
(1)
Dengan mengkaji perlukaan
dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
(2)
Diharapakan pasien dapat
dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi resiko terjadinya
kecelakaan.
(3)
Ketegangan dapat menyebabkan
kecelakaan.
Pelaksanaan
Tahap perencaan ini merupakan tindakan keperawatan yang nyata kepada pasien
yang merupakan perwujudan dari segala tindakan yang telah direncanakan pada
tahap perencanaan.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat
dalam penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita
ketahui sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :
a.
Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang
sehingga meningkatkan rasa nyaman.
b.
Tidak terjadi infeksi.
c.
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya
sesuai dengan kondisinya.
d.
Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e.
Pasien dapat mencapai harga diri yang
optimal.
f.
Tidak terjadi pencederaan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar