pemikiran yg jernih akan menghasilkan sebuah karya seni yg membuat kita bahkan tak percaya kalau itu karya kita jadi semangatkan dirimu untuk berfikir yang jernih

Minggu, 30 September 2012

Askep Teori dengan Hernia


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS INKASERATA

A.    Pengertian
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ.
Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan.

B.     Macam – macam hernia.
Ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan :
1.      Hernia eksterna.
Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialias (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain – lain.
2.      Hernia interna
Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia ligamen treitz.
Hernia inguinalis lateralis  inakserata merupakan hernia yang sering atau paling banyak didapat terutama pada laki – laki, dengan bentuknya bulat lonjong. Disebut inkaserata karena hernia yang isi kantongnya tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai gangguan passage dan atau vaskularisasi.

C.     Penyebab.
Penyebab terjadinya hernia ada dua yaitu :
1.      Kongenital
Terjadi sejak lahir.
2.      Didapat (acquired)
Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), ascites dan sebagainya.

D.    Patologi anatomi
Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli – buli. Unsur terakhir adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum) umbilikus atau organ -  organ lain misalnya paru dan sebagainya.
Pada hernia inguinal lateralis (indirek) lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis dan mengikuti kora spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau fiksasi ovarium.
Pada pertumbuhan janin (+ 3 minggu) testis yang mula – mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prossesus  vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prossesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prossesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis.  Hernia inguinalis lateralis lebih sering didapatkan dibagian kanan (+ 60 %). Hal ini disebabkan karena proses desensus dan testis kanan lebih lambat dibandingkan dengan yang kiri.

E.     Tanda dan gejala
Pasien mengeluh benjolan pada lipat paha atau perut di bagian bawah. Benjolan dapat keluar dan masuk di daerah kemaluan, kadang – kadang terasa kemeng. Bisa terjadi obstruksi usus seperti bising usus nada tinggi sampai tak ada, mual dan muntah.

F.      Penatalaksanaan.
1.      Manajemen medis
Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah :
a.       Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak karena dasarnya adalah kongenital tanpa adanya kelemahan dinding perut.
b.      Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak dilakukan pembedahan, dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia (truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam).

2.      Manajemen keperawatan
a.       Pre operasi :
Pengkajian : ditujukan pada nyeri, ada tonjolan (pembengkakan) di daerah inguinal, cemas, tingkat pengetahuan pasien tentang hernia dan penanganannya. Pengkajian juga ditujukan pada riwayat.
Diagnosa keperawatan : masalah keperawatan yang bisa muncul adalah gangguan kenyamanan, kecemasan, kurang pengetahuan dan resiko tinggi terjadi reinkarserata.
Intervensi keperawatan (secara umum) ; beri posisi kepala tempat tidur ditinggikan, bila hernia turun/menonjol dimasukan kembali secara manual, anjurkan menggunakan sabuk hernia, beri analgesik sesuai advis, hindari manuever yang bisa meningkatkan tekanan intraabdominal : batuk kronik, angkat berat, mengedan secara kuat dan anjurkan untuk kompres dingin pada daerah yang bengkak.
b.      Post operasi :
Dihubungkan dengan pembedahan umum lainnya seperti masalah resiko tinggi infeksi, masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka operasi, dan pendidikan pasien untuk perencanaan pulang.

Daftar Pustaka

Carpenito,J,L (1999).  ”Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan “ Edisi 2

D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne (1991), Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelphia

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Engrand, Barbara (1999), Keperawatan Medikal Bedah, volume 4, Jakarta, EGC

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995), “Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis”, alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih, EGC, Jakarta

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Senat Mahasiswa FK Unair (1996) Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Surabaya


asma


laporan pendahuluan hipertensi



laporan pendahuluan hipertensi
Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas.  Secara teoritis, hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata. Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi hipertensi, diantarannya :
a.            Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)” sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat diperbaiki.
b.           Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik  ≥140 mmHg dan tekanan darah diasatolik ≥90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c.            Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama 160/95 mmHg.
d.           Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan  atas perbedaan usia dan jenis kelamin :
1.      Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg.
2.      Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3.      Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi. 

Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2.      Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1.      Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2.      Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3.      Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati   diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1.      Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2.      penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1.      Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2.      Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat hipertensi. Pada hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru timbul gejala terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1.      Sakit kepala
2.      Vertigo
3.      Perdarahan retina
4.      Gangguan penglihatan
5.      Proteinuria
6.      Hematuria
7.      Tachhicardi
8.      Palpitasi
9.      Pucat dan mudah lelah
Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Dan ada juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.

Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi jantung ke tiga atau keempat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan pula pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur  unsure sistolik yang juga penting dalam dalam penentuan.      

Klasifikasi sesuai WHO/ISH
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolic (mmHg)
Normotensi
<140
<90
Hipertensi ringan
140-180
90-105
Hipertensi perbatasan
140-160
90-95
Hipertensi sedang dan berat
>180
>105
Hipertensi sistolik terisolasi
>140
>90
Hipertensi sistolik perbatasan
140-160
<90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint National Commite On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure, 1997. 

Katagori
Sistolik(mmHg)
Diastolic(mmHg)
Rekomendasi
Normal
<130
<85
Periksa ulang dalam 2 tahun
Perbatsan
130-139
85-89
Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi tingkat 1
140-159
90-99
Konfirmasi dalam 1 atau 2 bulan
Anjuarkan modifikasi gaya hidup
Hipertensi tingkat 2
160-179
100-109
Evaluasi atau rujuk dalam 1 bulan
Hipertensi tingkat 3
≥ 180
≥ 110
Evaluasi atau rujuk segera dalam 1 mingguberdasrkan kondisi klinis

Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan diastolic berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.
Pemerikasaan Diagnostik
1.      Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menginsikasikan factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.
2.      BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3.      Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan peningkatan ketoalamin (meningkatkan hipertensi).
4.      Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan hipertensi
5.      Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
6.      Kolesterol dan trigleserida serum : peningkatan kadat dapat mengidikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa.
7.      Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
8.      Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan / adanya diabetes.
9.      VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan adanya adanya feokromositoma (penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10.  Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadimya hipertensi.
11.  Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma, atau difungsi pituitary, sindrom cushing, kadar urin dapat meningkat.
12.  Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada dan/ takik aorta, batu ginjal/ureter.
13.  CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati, atau feokromositoma.
14.  ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1.      Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, factor resiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan maka harus diberikan obat antihipertensi.
2.      Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih factor resiko yang tertera diatas, namun bukan diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus langsung diberikan obat antihipertensi.
3.      Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ jelas.
Factor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis kelamin (pria atau wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit arteri perifer, dan retinopati.


Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:
Tekanan Darah
Kelompok Resiko A
Kelompok Resiko B
Kelompok Resiko C
130-139/85-89
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup
Dengan obat
140-159/90-99
Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup
Dengan obat
≥160/≥100
Dengan obat
Dengan obat
Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1.      Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh ≥ 27).
2.      Membatasi alcohol.
3.      Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4.      Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5.      Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6.      Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7.      Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma. Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain. Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui  penurunan dosis secara perlahan dan progresif.
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit.

  1. Askep Teori
Pengkajian
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1.      Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit kepala.
2.      Riwayat kesehatan sekarang
3.      Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM dll.
4.      Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun).
Pola fungsi kesehatan
1.      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
2.      Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot  dan kesadaran menurun.
3.      Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah.
4.      Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5.      Pola tidur dan istirahat.
6.      Pola kognitif dan perceptual
7.      Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress psikologi.
8.      Pola seksual reproduktif
9.      Pola hubungan dan peran
10.  Pola nilai dan keyakinan.
Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Mata          :  Retina, pupil
Leher         :  JVP, bising
Paru           : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung      :
a.            Denyut nadi
b.           Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2    menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya setelah 2 menit.
c.            Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan jika nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang diambil.
d.           Suara jantung.
e.            Bising jantung.
Abdomen  :  Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas   :  Refleks dan edema.
Pemeriksaan penunjang
EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya peenyakit jantung atau aritmia.
Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan asam urat, serta darah lengkap lainnya.
Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang lebar.       
Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.

Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a.            Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem
b.           Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
c.            Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)
d.           Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan

Intervensi
a.       Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem.
Rencanan tindakan :
1.      Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
R: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi
2.      Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
3.      Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R:  Indicator perfusi atau fungsi organ.
4.      Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.
5.      Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan vasodilator (hidralazin)
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.

Hasil yang diharapkan/evaluasi
Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik ditunjukkan:
1.      Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2.      Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3.      Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4.      Tanda-tanda vital stabil

b.      Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
Rencana tindakan :
1.      Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (distraksi) dan aktivitas waktu senggang
R:  Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2.      Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
R:  Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan  sakit kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3.      Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4.      Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R:  Meningkatkan pengetahuan
5.      Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan    rangsang sistim saraf simpatis.

Hasil yang diharapkan :
1.      Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit kepala terkontrol.
2.      Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.

c.       Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)
Rencana tindakan :
1.      Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R: Memberikan peningkatan kenyamanan menurunkan kecemasan dan mengurangi resiko injury.
2.      Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kiri atau posisi temporal dari mata kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kanan atau posisi temporal dari mata kiri).
R:  Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
3.      Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu lelah.
R:  Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu darah retina. Yang akan menyebabkan semakin menurunya ketajaman penglihatan.
4.      Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
Pencahayaan yang cukup
Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan cidera
Berikan permukaan lantai yang tidak licin
Dekatkan tombol pemanggil
R:  Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.

Hasil yang diharapkan  :
1.      Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap cidera
2.      Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
3.      Pasien tidak mengalami injury
4.      Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan kenyamanan.

d.      Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1.      Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan  bantuan sesua kebutuhan.
R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2.      Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseibangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.      Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi istirahat meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah diaforesis,  pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
4.      Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5.      Kolaborasi pemberian obat digoxin.
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung 

Hasil yang diharapkan
1.      Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2.      Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas