ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
EPILEPSI
Oleh : Azharie, Skep, Ns
PENDAHULUAN
Epilepsi
atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun
SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan bersifat menahun. Penderita akan
menderita selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 – 1 % dari penduduk adalah
penderita epilepsy (Lumbantobing, 1998).
DEFINISI
Bangkitan
epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis,
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara
berlebihan dan berkala tetapi reversible dengan bernagai etiologi (Tjahjadi,
dkk, 1996).
Epilepsy
adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan
terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran,
gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan
prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang
adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah
epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul
sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
ETIOLOGI
Tumor
otak Trauma
otak (5-50%)
Bekuan
darah pada otak Meningitis
Gangguan
elektrolit Ensefalitis
Gejala
putus alcohol/obat Gangguan
metabolic
Toksik
substans Anoksia
cerebral
Sebagian
kejang merupakan idiopatik
PRINSIP-PRINSIP PATOFISIOLOGI
Mekanisme
yang pasti dari aktivitas kejang pada otak tidak semuanya dapat dipahami.
Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal mendadak stimulasi listrik,
menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada otak yang tidak rentan terhadap
kejang, terdapat keseimbangan antar sinaptik eksitatori dan inhibitori yang
mempengaruhi neuron postsinaptik. Pada otak yang rentan terhadap kejang,
keseimbangan ini mengalami gangguan, menyebabkan pola ketidakseimbangan
konduksi listrik yang disebut perpindahan depolarisasi paroksismal. Perpindahan
ini dapat terlihat baik ketika terdapat pengaruh eksitatori yang berlebihan
atau pengaruh inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan
asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah yang berlebihan menimbulkan
bangkitan kejang, sedangkan GABA menurunkan eksitabilitas dan menekan timbulnya
kejang.
KLASIFIKASI INTERNASIONAL TENTANG KEJANG EPILEPSI
(dikutip
dari Hudak dan Gallo, 1996)
I.
Kejang
Parsial
a.
Parsial
sederhana (kesadaran klien baik)
1.
Motorik
2.
Sensorik
3.
Otonimi
4.
Fisik
b.
Parsial
kompleks (kerusakan kesadaran)
1.
Parsial
sederhana diikuti penurunan kesadaran
2.
Kerusakan
kesadaran saat awitan
c.
Kejang
parsial generalisasi sekunder
II.
Kejang
Umum
a.
Non
kejang
b.
Tonik-klonik
umum
c.
Tonik
d.
Klonik
e.
Mioklonik
f.
Atonik
III.
Kejang
Tidak terklasifikasi
MANIFESTASI KLINIK
Kejang Parsial Sederhana
Hanya
jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergerenyut tak terkontrol;
bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami perubahan
penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak menyenangkan.
Kejang Parsial Kompleks
Masih
dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak
bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan, atau
peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode tersebut ketika sudah
berlalu.
Kejang
Umum (kejang grand Mal)
Mengenai kedua hemisfer
otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti dengan perubahan kedutan
dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik klonik umum)
FASE SERANGAN KEJANG
1.
Fase Prodromal
Beberapa
jam/hari sebelum seranga kejang. Berupa
perubahan alam rasa (mood), tingkah laku
2.
Fase Aura
Merupakan
fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan, pendengaran,
penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak menentu.
3.
Fase Iktal
Merupakan
fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal.
Tanda
lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat, tonus
spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor,
hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.
4.
Fase Post Iktal
Merupakan
fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah, sakit kepala,
nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.
STATUS EPILEPTIKUS
Serangan kejang yang
terjadi berulang, merupakan keadaan darurat. Berakibat kerusakan otak permanen,
dapat disebabkan karena : peningkatan suhu yang tinggi, penghentian obat
epileptik, kurang tidur, intoksikasi obat, trauma otak, infeksi otak.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Elektroensefalografi
(EEG) membentu dalam mengklasifikasikan tipe kejang.
2.
CT Scan untuk
mendeteksi lesi, abnormalitas fokal, abnormalitas vaskuler cerebral, dan
perubahan degeneratif serebral.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan epilepsy
direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat untuk memenuhi
kebutuhan khusus masing-masing klien.
Tujuan dari pengobatan
adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi
serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas
kejang.
Pengobatan Farmakologis
1.
Pengobatan
biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
2.
Pengobatan anti
konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon, fenitoin, fenobarbital,
etosuksimidin, dan valproate.
3.
Lakukan
pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium untuk klien yang
mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek samping toksik.
4.
Cegah
terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang menyeluruh, perawatan
gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien yang mendapatkan fenitoin
(Dilantin).
Pembedahan
1.
Diindikasikan
bila epilepsy diakibatkan oleh tumuor intrakranial, abses, kista, atau anomaly
vaskuler.
2.
Pengangkatan
secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk kejang yang berasal
dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa
menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1.
Riwayat
kesehatan yang berhubungan dengan factor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Data
subyektif : usia mulai mengalami sreanga, frekuensi serangan, factor presipitasi
(suhu tinggi, kurang tidur, keadaan emosional labil), pernah mengalami skit
berta yang disertai kejang. Pernah sakit cedera otak, operasi otak. Pernah
minum obat tertentu/alcohol. Ada
riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
2.
Aktifitas/Istirahat
Data
subyektif : keadaan umum yang lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas,
tidak dapat merawat diri sendiri.
Data
obyektif : menurunnya kekuatan otot/otot lemah.
3.
Peredaran darah
Data
obyektif : didapat data pada saat serangan : hipertensi, denyut nadi meningkat,
cyanosis. Setelah serangan tanda vital mungkin normal atau mungkin disertai
nadi dan pernafasan menurun.
4.
Eliminasi
Data
subyektif : tidak dapat menahan BAB dan BAK
Data
obyektif : saat serangan tekanan VU dan otot spinkter meningkat. Setelah
serangan dalam keadaan inikontinensia otot-otot VU dan spinkter rileks.
5.
Makanan/cairan
Data
subyektif : selama serangan makanan sangat sensitive
Data
obyektif : gigi/gusi mengalami kerusakan selama serangan, gusi
hiperplasi/bengkak akibat samping obat dilantin.
6.
Persyarafan
Data
subyektif : selama serangan ada riwayat nyeri kepala,
kehilngankesadaran/pingsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis,
jatuh ke lantai, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik,
mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidat, mulut berbuih, ada
inkontinensia urin dan feces, bibir-muka berubah warna/cyanosis
Sesudah serangan : klien
mengalami letargi, bingung, nyeri otot, gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan gerakan
seperti hemiplegi sementara, klien ingat/tidak ingat kejadian yang menimpanya.
Terjadi/tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernafasan, dan denyut nadi.
7.
Konsep diri
Data
subyektif : merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Data
obyektif : selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
8.
Interaksi
social
Data
subyektif : mengalami gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena
malu.
Diagnosa dan Rencana Keperawatan
1.
Resiko cedera
s.d perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang atau kerusakan
mekanisme perlindungan diri.
Tujuan
keperawatan :
Klien
terbebas dari resiko cedera fisik.
Intervensi
:
a.
Bersama klien
mengidentifikasi factor yang dapat menyebabkan serangan tiba-tiba.
b.
Bila serangan
tidak terjadi di tempat tidur letakkan bantal di bawah kepala klien atau
letakkan kepala klien di pangkuan perawat untuk mencegah supaya kepala tidak
terbentur ke lantai.
c.
Bila klien
mengalami aura, ajarkan klien untuk berbaring sebelum kejang terjadi untuk
mencegah jatuh.
d.
Observasi tanda
vital, gunakan terkmometer aksila.
e.
Dampingi klien
saat serangan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi, lidah
tergigit.
f.
Miringkan
kepala untuk mencegah aspirasi.
g.
Pertahankan patensi
jalan nafas atau pasang spatel lidah selama kejang jika dapat dipasang dengan
aman sebelum rahang mengatup.
h.
Hindarkan
alat-alat yang mebahayakan.
i.
Longgarkan
pakaian yang sempit dan taha ekstrimitas.
j.
Berikan O2
tambahan selama dan setelah kejang.
k.
Pertahankan
aliran dan selang-selang selama aktifitas kejang karena akses IV adalah kritis.
l.
Catat aktifitas
motorik dan status keadaan umum klien selama kejang.
Tindakan
kolaboratif :
a.
Berikan
obat-obatan sesuai program, missal anti epileptik, luminal, diazepam, glucose,
thiamine, dll
b.
Monitor dan
catat efek samping obat.
c.
Monitor tingkat
keseimbangan elektrolit, glucose.
2.
Resiko jalan
nafas tidak efektif/resiko pola nafas tidak efektif s.d sumbatan
trachebroncheal, menurunnya kesadaran.
Tujuan
Keperawatan :
Jalan
nafas/pola nafas efektif, tidak terjadi aspirasi.
Intervensi
;
a.
Bila klien tak
sadar, jaga agar jalan nafas tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda vital,
agar nutrisi/cairan dan elektrolit tetap seimbang, bila perlu beri infus.
b.
Bila terdapat
lendir pada jalan nafas, lakukan suction.
c.
Miringkan
kepala untuk mencegah aspirasi.
d.
Berikan O2
tambahan sesuai program.
3.
Gangguan konsep
diri : harga diri rendah s.d menderita epilepsy, tidak bisa mengontrol
diri saat serangan kejang terjadi.
Tujuan
Keperawatan :
Klien
dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang posistif/negatif. Secara
verbal mempunyai harga diri meningkat. Menerima keadaan dirinya dan perubahan
fungsi-peran-gaya hidup yang dihadapi.
Intervensi
;
a.
Diskusikan
tentang perasaan klien.
b.
Dorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
c.
Kaji kemampuan
klien yang positif sesuai dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan kemampuan
tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup di masyarakat.
Tindakan
kolaboratif :
a.
bila perlu
anjurkan klien untuk mengikuti kelompok penderita epilepsy.
b.
Diskusikan
dengan psychoterapist bila perlu tentang keadaan klien.
4.
Kurang
pengetahuan s.d kebutuhan penatalaksanaan
penyakit secara mandiri.
Tujuan
Keperawatan :
a.
Klien
mengungkapkan pemahaman tentang diagnosa, pengobatan, rencana pengobatan, dan
tindakan pengamanan.
b.
Klien/keluarga
akan mengungkapkan apa yang dilakukan jika klien mengalami kejang.
c.
Klien akan
menyadari dari mana sumber-sumber informasi dan dukungan selanjutnya dapat
diperoleh.
Intervensi
;
a.
Kaji keadaan
patologis/kondisi klien dan pengobatan yang pernah didapat klien.
b.
Berikan
informasi (verbal/tulisan) tentang keadaan klien dan regimen terapi.
c.
Diskusikan
tentang pentingnya kontrol dan minum obat secara teratur.
d.
Jelaskan pada klien
tentang keadaan yang sedang dihadapi klien dan factor-faktor yang da[pat
menimbulkan serangan.
e.
Jelaskan
keadaan yang aharus dihadapi terhadap keadaannya, seperti pekerjaan,
mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi.
f.
Anjurkan klien
untuk selalu membawatanda pengenal bila bepergian.
g.
Perbaiki
kesalahan persepsi tentang penyakit.
h.
Validasi
pemahaman klien/keluarga tentang hal-hal yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar